Jenis Tanah Liat
Jenis Tanah Liat
Di alam hanya terdapat dua jenis tanah liat, yaitu:
1. Tanah liat primer
Yang disebut tanah liat primer (residu) adalah jenis tanah liat yang dihasilkan dari pelapukan batuan feldspatik oleh tenaga endogen yang tidak berpindah dari batuan induk.
Selain tenaga air, tenaga uap panas yang keluar dari dalam bumi mempunyai andil dalam pembentukan tanah liat primer. Karena tidak terbawa arus air, angin maupun gletser, maka tanah liat tidak berpindah tempat sehingga sifatnya lebih murni dibandingkan dengan tanah liat sekunder. Tanah liat primer cenderung berbutir kasar, tidak plastis, daya leburnya tinggi dan daya susutnya kecil. Karena tidak tercampur dengan bahan organik seperti humus, ranting atau daun busuk dan sebagainya, maka tanah liat berwarna putih atau putih kusam. Pada umumnya tanah liat primer bersifat tahan api. Suhu matang berkisar antara 13000C s/d 17500C.
Yang termasuk tanah liat primer antara lain: kaolin, bentonite, feldspat, kwarsa dan dolomit, biasanya terdapat di tempat-tempat yang lebih tinggi daripada letak tanah sekunder. Mineral kuarsa dan alumina dapat digolongkan sebagai jenis tanah liat primer karena merupakan hasil samping pelapukan batuan feldspatik yang menghasilkan tanah liat kaolinit.
Tanah liat dikelompokkan berdasarkan: warna, asal-usul, kegunaan, bisa dibentuk atau tidak, bila dibakar pecah atau tidak dan sebagainya.Dalam keadaan kering tanah liat primer sangat rapuh sehingga mudah ditumbuk menjadi tepung. Hal ini disebabkan bentuk partikelnya tidak seperti partikel tanah liat sekunder yang berupa lempengan sejajar, tetapi berbentuk tak simetris dan bersudut-sudut. Secara sederhana dapat dijelaskan melalui gambar penampang irisan partikel kuarsa yang telah melalui pembesaran mikroskopik.
2. Tanah liat sekunder
Tanah liat sekunder atau sediment adalah jenis tanah liat hasil pelapukan batuan feldspatik yang berpindah jauh dari batuan induknya karena tenaga eksogen, dan dalam perjalanan bercampur dengan bahan-bahan organik maupun anorganik sehingga merubah sifat-sifat kimia maupun fisika tanah liat tersebut.
Jumlah tanah liat sekunder lebih banyak dari tanah liat primer. Transportasi air mempunyai pengaruh khusus pada tanah liat, salah satunya ialah gerakan arus air cenderung menggerus mineral tanah liat menjadi partikel-partikel yang semakin mengecil. Pada saat kecepatan arus melambat, partikel yang lebih berat akan mengendap dan meninggalkan partikel yang halus dalam larutan. Pada saat arus tenang, seperti di danau atau di laut, partikel-partikel yang halus akan mengendap di dasarnya. Tanah liat yang dipindahkan biasanya terbentuk dari beberapa macam jenis tanah liat dan dari beberapa sumber. Dalam setiap sungai, endapan tanah liat dari beberapa situs cenderung bercampur bersama. Kehadiran berbagai Oksida logam seperti besi, nikel, titan, mangan dan sebagainya, dari sudut ilmu keramik dianggap sebagai bahan pengotor. Bahan organik seperti humus dan daun busuk juga merupakan bahan pengotor tanah liat. Karena pembentukannya melalui proses panjang dan bercampur dengan bahan pengotor, maka tanah liat mempunyai sifat: berbutir halus, berwarna krem/abu-abu/coklat/merah jambu/kuning, suhu matang antara 9000C s/d 14000C. Pada umumnya tanah liat sekunder lebih plastis dan mempunyai daya susut yang lebih besar daripada tanah liat primer. Setelah dibakar, warnanya menjadi lebih terang dari krem muda, abu-abu muda ke coklat. Semakin tinggi suhu bakarnya semakin keras dan semakin kecil porositasnya, sehingga benda keramik menjadi kedap air.
Dibanding dengan tanah liat primer, tanah liat sekunder mempunyai ciri tidak murni, warna lebih gelap, berbutir halus dan mempunyai titik lebur yang relatif rendah. Setelah dibakar biasanya warna krem, abu-abu muda sampai coklat muda ke tua.
Menurut titik leburnya, tanah liat sekunder dapat dibagi menjadi lima kelompok besar, yaitu: Tanah liat tahan api (Fire Clays), Tanah liat stoneware, Ball Clay, Tanah liat merah (Earthenware Clay), dan Tanah liat jenis Monmorilinit.
a. Tanah liat tahan api (Fire clays)
Sering kali berwarna terang (putih) ke abu-abu gelap menuju ke hitam dan ditemukan di alam berbentuk bongkahan padat, beberapa diantaranya berkadar alumina tinggi dan kadar alkalinya rendah. Titik leburnya mencapai suhu ± 15000C.
Yang tergolong tanah liat tahan api ialah tanah liat yang tahan dibakar pada suhu tinggi tanpa berubah bentuk, misalnya kaolin dan mineral tahan api seperti alumina dan silika. Bahan ini sering digunakan untuk bahan campuran pembuatan massa badan siap pakai, untuk produk stoneware maupun porselin.
Karena beberapa sifatnya yang menguntungkan antara lain berwarna putih, mempunyai daya lentur dan sebagainya, maka kaolin juga dipakai sebagai bahan pengisi untuk produk kertas dan kosmetik
b. Tanah liat stoneware
Tanah liat stoneware ialah tanah liat yang dalam pembakaran gerabah (earthenware) tanpa disertai perubahan bentuk. Titik lebur tanah liat stoneware bisa mencapai suhu 14000C.
Biasanya berwarna abu-abu, plastis, mempunyai sifat tahan api dan mempunyai ukuran butir tidak terlalu halus. Jumlah deposit di alam tidak sebanyak deposit kaolin atau mineral tahan api.
Dapat digunakan sebagai bahan utama pembuatan benda keramik alat rumah tangga tanpa atau menggunakan campuran bahan lain. Setelah suhu pembakaran mencapai ± 12500C, sifat fisikanya berubah menjadi keras seperti batu, padat, kedap air dan bila diketuk bersuara nyaring.
c. Ball clay
Disebut juga sebagai tanah liat sedimen, berbutir halus, mempunyai tingkat plastisitas sangat tinggi, daya susutnya besar dan biasanya berwarna abu-abu. Mempunyai titik lebur antara 12500C s/d 13500C. Karena sangat plastis, ball clay tidak dapat dibentuk sehingga hanya dapat dipakai sebagai bahan campuran pembuatan massa tanah liat siap pakai.
d. Tanah liat merah (earthenware clay)
Bahan ini sangat banyak terdapat di alam. Tingkat keplastisannya cukup, sehingga mudah dibentuk, warna bakar merah coklat dan titik leburnya sekitar 11000C s/d 12000C. Banyak digunakan di industri bata genteng dan gerabah kasar dan halus. Warna alaminya tidak merah terang tetapi merah karat, karena kandungan besinya mencapai 8%. Bila diglasir warnanya akan lebih kaya, khususnya dengan menggunakan glasir timbal.
e. Tanah liat lainnya
Yang termasuk kelompok ini adalah jenis tanah liat monmorilinit contohnya bentonit yang sangat halus dan rekat sekali. Tanah liat ini hanya digunakan sebagai bahan campuran massa badan kaolinit dalam jumlah yang relatif kecil.
Perubahan Fisika Tanah Liat Primer dan Sekunder Setelah Dibakar
Perubahan pertama yang terjadi dalam tanah liat primer maupun sekunder ketika dibakar, ialah hilangnya air bebas. Khusus untuk tanah liat sekunder akan diikuti oleh terbakarnya bahan-bahan organik lain, seperti humus, daun dan ranting yang terdapat di dalam tanah liat. Selanjutnya akan diikuti oleh hilangnya air kimia.
Tanah liat primer dan sekunder mengandung silika bebas dalam bentuk pasir, kuarsa, flint dan kristal. Silika adalah subyek untuk merubah bentuk dan volume tanah liat pada suhu tertentu. Beberapa perubahan bersifat tetap (konversi) dan yang lain bersifat dapat berubah kembali (inversi).
Agar tanah liat menjadi keramik harus melalui proses pembakaran dengan suhu melebihi 600°C. Setelah melalui suhu tersebut tanah liat akan mengalami perubahan menjadi suatu mineral yang padat, keras dan permanen, perubahan ini disebut Cheramic Change atau perubahan keramik. Tanah liat yang dibakar kurang dari 600 %C belum memiliki kematangan yang tepat walaupun sudah mengalami perubahan keramik, kematangan tanah liat atau vitrifikasi adalah kondisi keramik yang telah mencapai suhu kematangan secara tepat tanpa mengalami perubahan bentuk. Pada pembakaran di bawah suhu 8000C, mineral silika bebas (seperti mineral carbonat) akan berubah pula. Hal ini merupakan akibat dari terbakarnya semua unsur karbon (proses kalsinasi).
Perubahan fisika terjadi di atas suhu 8000C yaitu pada saat bahan-bahan alkali bertindak sebagai ‘Flux’ atas silika dan alumina yang membentuk sebuah jaringan kristal (mulia) dan gelas yang mengikat bahan-bahan yang tidak dapat dilarutkan menjadi suatu massa yang kuat (pembakaran biskuit).
Saat tanah liat dibakar pada suhu ± 13000C beberapa perubahan akan terjadi, misalnya badan menjadi lebih keras ketika mendingin dan menjadi kedap air. Tanah liat tersebut telah mengalami proses ‘Vitrifikasi’ artinya sebagian besar material, khususnya silika telah menggelas, memasuki pori-pori dan mengikat semua partikel tanah liat dengan membentuk ikatan yng dikenal sebagai ikatan ‘Alumina Silika Hidroksida’.
Proses vitrifikasi ini disertai dengan penyusutan volume, dimana semakin tinggi suhu bak semakin besar penyusutan tetapi semakin rendah porositasnya atau dengan kata lain benda semakin padat dan kedap air.
Tanah liat yang tidak ‘vitrifikasi’ pada suhu tinggi (± 13000C) dapat digolongkan ke dalam jenis tanah liat ‘tahan api’ (refractory clay).
Setiap tanah liat dapat dilebur bila suhu bakarnya cukup. Idealnya setiap jenis tanah liat mempunyai titik vitrifikasi tanpa terjadi perubahan bentuk (deformasi). Dalam praktik, vitrifikasi seringkali diikuti dengan perubahan bentuk. Hal ini terjadi karena adanya tegangan-tegangan bagian benda yang terlemah akibat dari meleburnya mineral-mineral tanah liat.